Rabu, 21 Juli 2010

Hal Yang Tak Terhindarkan



Di rumahku rasanya sudah seperti kebun binatang, ada burung, kucing, cicak, nyamuk , kecoak dan semut. Semua hewan ini saya cintai. Bahkan nasib semut pun selalu saya perhatikan. Di rumah, saya masih suka menyempatkan ngepel lantai sendiri karena sebuah alasan. Dan semutlah pihak yang paling gemar menghalangi. Kadang mereka berjalan beringingan untuk satu tujuan. Rapi sekali cara semut ini berbaris. Taat sistem dan tidak ada yang menyalip karena merasa paling sibuk dan paling berhak buru-buru. Siapa yang di belakang percaya seratus persen kepada yang di depan. Begitu seterusnya.

Semut yang paling belakang, amat menaruh kepercayaan kepada semut yang paling depan walau jarak mereka lebar membentang. Karena terbiasa takjub pada ketertipan semut ini, tak tega rasanya untuk menghalau mereka begitu saja. Jika barisan ini butuh saya bubarkan, cukup saya tiup saja pelan-pelan, itupun dengan perasaan bersalah. Dan tidak sekali dua kali, saya mendapati bukti, bahwa dengan tiupan sederhana, barisan semut itu seperti mengerti dan menyingkir pelan-pelan lalu lenyap masuk liang.

Tetapi walaupun sudah begini hati-hati kami memperlakukan mereka, menggilas satu dua semut yang lepas dari barisan, dan terutama terlepas dari penglihatan adalah soal yang tak terhindarkan. Tak terkira penyesalan hati saya, tetapi sangat tidak mungkin untuk sama sekali menghindari.

Tapi jangankan semut, apa pun yang kita cintai ini ternyata memiliki gerak hidup di luar cinta itu sendiri. Ia memiliki garis kemungkinannya sendiri yang sama sekali tak bisa kita kendalikan cuma karena ia kita cintai. Bahkan orang yang amat kita sayangi pun tidak tercegah ketika mereka harus pergi. Jangankan orang lain yg kita cintai bahkan kita pun tidak pernah benar-benar berkuasa atas nasib diri sendiri. Apalagi yang disebut "diri" itu adalah medan yang begitu luas. Cuma mengendalikan kepala saja, yang merupakan bagian kecil dari diri itu, kita tidak berdaya. Jika kepala itu ingin pusing dan berdenyut, ya berdenyut saja, tanpa pernah minta persetujuan kita.

Jika nasib kepala saja sudah di luar pemiliknya, apalagi nasip kita seluruhnya. Kita yang hari ini berada di sebuah keaadaan seperti ini, adalah hasil dari sebuah keadaan yang tidak sepenuhnya kita kuasai, tetapi kebaikannya selalu terbukti. Jadi itulah watak hidup yang sebetulnya penuh niat baik walau caranya mungkin tak selalu kita sukai.

Tidak ada komentar: